Rabu, 14 April 2010

DAMPAK RADIOLOGI

DAMPAK RADIOLOGI



TATA KERJA



Kajian dampak radiologi untuk paparan kronik dan akut dilakukan untuk keadaan instalasi nuklir berturutan dalam operasi normal dan kecelakaan. Pada kajian paparan kronik digunakan source term disain masing-masing instalasi hingga diperoleh prakiraan dosis efektif tahunan terkini. Dosis ini berlaku untuk individu dan kolektif di lepas kawasan pada radius 5 km dari tapak reaktor. Sedangkan pada kajian paparan akut diberikan time-integrated concentration (TIC) yang dinormalkan terhadap aktivitas dan kecepatan angin. TIC ini di untuk berbagai jarak dan kelabilan sehingga dapat digunakan untuk memprakirakan penerimaan dosis dengan memasukkan data kondisi sebenarnya pada saat kejadian, termasuk penggunaan faktor konversi dosis yang diberikan pada lampiran.



5.1 Kajian Operasi Normal Instalasi Nuklir
Empat instalasi nulir yang dikaji terdiri atas Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS), Instalasi Radiometalurgi (IRM), Instalasi Produksi Radioisotop Batan Teknologi (Bantek) dan Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka (IRR). Kajian memperhitungkan lepasan operasi normal yang kontinu sejak instalasi berdiri (1987, disesuaikan dengan usia reaktor) hingga dampaknya pada tahun ini (2007). Kisi polar digunakan dengan pusat kisi diupayakan berjarak sama (titik tengah) ke masing-masing instalasi nuklir yang akan dihitung dampak dosisnya ke lingkungan.
Sumber lepasan operasi normal berupa source term hasil disain yang tersedia dari Laporan Analisis Keselamatan masing-masing instalasi. Data source term berupa aktivitas tahunan semua radionuklida yang keluar dari cerobong instalasi. Dimensi cerobong, kecepatan alir lepasan, dan suhu keluar cerobong dan ambien digunakan dalam menghitung tinggi efektif lepasan. Dispersi atmosferik juga membedakan jenis lepasan gas serta ukuran partikel.
Dalam model plume kronik, dosis efektif individu dan kolektif dihitung untuk 16 arah mata angin dan 10 jarak dalam radius 5 km dari tapak. Data distribusi frekuensi gabungan (joint frequency distribution, JFD) untuk arah angin, kecepatan angin dan kelabilan udara dibuat untuk kurun waktu 2004-2005. Koreksi suhu maksimum dan minimum serta curah hujan juga dimasukkan dalam model ini.
Pada modul jalur paparan kronik dilakukan pengisian data terkait injesi makanan darat, dan injesi produk hewan. Sebagian besar data diperoleh dari survei lapangan BPS untuk kegiatan pemutakhiran ini dan sebagian lainnya dari kegiatan BATAN sebelumnya seperti data karakteristik tanah kawasan nuklir.
Data intake kerbau dan kambing diperoleh dari BPS melalui wawancara langsung dengan peternak. Peternakan ayam buras dan ayam petelur tidak mengkonsumsi produk lokal, hanya ayam kampung mengkonsumsi produk lokal dan diperkirakan 20% dari total intake unggas. Survei juga mengamati masa pertumbuhan hewan dan tumbuhan yang terentang dari 14 hari (rerumputan) hingga 154 hari (dedak), termasuk yield pakan ternak per satuan luasan.
Konsumsi pangan penduduk dalam kajian meliputi produk hewan (daging kambing, sapi, unggas, dan telur) dan produk tumbuhan (sayuran biasa dan berdaun dan buah-buahan). Laju konsumsi tiap jenis makanan pada beberapa desa dirata-ratakan. Walaupun tidak semua makanan yang dikonsumsi merupakan produk lokal, secara konservatif padi, sayuran dan buah-buahan diasumsikan semuanya diproduksi secara lokal. Hasil juga menunjukkan tidak ada susu sapi yang diproduksi dan dikonsumsi secara lokal.
Pada perhitungan ini masa paparan ditetapkan selama satu tahun yakni dimulai 19 tahun setelah keempat instalasi nuklir beroperasi normal. Dalam hal ini diperhitungkan akumulasi tahunan deposisi udara ke tanah sehingga meningkatkan paparan eksterna dari jalur kontaminasi tanah; walaupun pengurangan (losses) radionuklida karena leaching, cuaca, panen dan peluruhan radioaktif di permukaan tanah ikut dievaluasi.
Dalam memperkirakan intake atau paparan radionuklida digunakan parameter yang terkait dengan kelompok umur. Sebagai penyederhanaan digunakan satu kelompok umur dari 0 hingga 70 tahun. Selanjutnya ditetapkan waktu paparan untuk berbagai jalur paparan internal dan eksternal.
Dalam perhitungan dosis dipilih model perhitungan dosimetri dari ICRP 60 yang faktor konversi dosis untuk berbagai jalur paparan radionuklidanya telah dihitung dalam Federal Guidance Report 13.
Data terakhir yang dimasukkan dalam Report Generator adalah data distribusi penduduk dalam radius 5 km dari tapak pelepasan yang dibagi atas 16 sektor dalam kisi 1, 2, 3, 4 dan 5 km. Setelah semua parameter input telah dipenuhi, dan program dijalankan maka bila tidak ada kesalahan dalam inputan Report Generator akan menghasilkan outputkajian berupa dosis efektif individu dan kolektif tahunan penduduk pada radius 5 km dari tapak.



5.2 Kajian Kecelakaan Instalasi Nuklir
Pada kajian diberikan pedoman mengestimasi dosis pada pekerja kedaruratan dan/atau penduduk terutama untuk pengambilan keputusan tindakan protektif tertentu yang sesuai. Time-integrated concentration (TIC) udara dan deposisi permukaan tanah dihitung untuk masing-masing digunakan dalam estimasi dosis paparan eksternal submersi dan inhalasi, dan paparan eksterna permukaan tanah.
Hotspot digunakan untuk perhitungan TIC dan deposisi permukaan tanah. Tinggi efektif cerobong 60 m digunakan dengan pertimbangan merupakan mayoritas tinggi cerobong di tapak terutama RSG. Harga aktivitas radionuklida dan kecepatan angin dinormalkan. Perhitungan dilakukan untuk berbagai jarak hingga 5 km dari tapak dan untuk kelabilan udara A hingga F. Faktor konversi dosis terkait jalur paparan didasarkan pada rekomendasi ICRP Publikasi 60, 66 dan 70 dan hasil perhitungannya untuk tiap radionuklida diberikan dalam suplemen Federal Guidance Report 13 . Hanya radionuklida relevan dengan lepasan instalasi nuklir Serpong dikutip.
Input data yang diperlukan untuk kondisi spesifik pada saat kedaruratan dalam estimasi dosis meliputi:

* Aktivitas tiap radionuklida
* Kecepatan angin permukaan (ketinggian 10 m)
* Kelabilan atmosfer, dan
* Lamanya paparan (untuk paparan eksternal dari permukaan tanah).



HASIL DAN PEMBAHASAN



Hasil kajian prakiraan penerimaan dosis efektif akibat lepasan atmosferik keempat instalasi nuklir Serpong dibedakan atas lepasan kronik pada operasi normal dan lepasan akut dari kecelakaan atau lepasan abnormal. Hasil ini diperoleh dari masukan data source term tiap instalasi terkait, dari pemutakhiran data lingkungan Kawasan Nuklir Serpong (KNS) maupun dari data sekunder lainnya serta judgement atas nilai-nilai penunjang yang tersedia. Data masukan ini diolah oleh paket program GENII V-2 dan Hotspot untuk masing-masing perhitungan paparan kronik dan akut.



6.1 Operasi normal
Output GENII V-2 dibagi atas dosis individu dan dosis kolektif yang dilengkapi dengan analisis komponen yang andil dalam penerimaan dosis.

6.1.1 Dosis efektif Individu
Hasil prakiraan dosis efektif berdasarkan distribusinya terhadap jarak dan arah mata angin terhadap tapak, andil radionuklida, dan jalur paparannya berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 6.1, Gambar 6.2 dan Tabel .
Gambar 6.1 menunjukkan adanya kecenderungan penerimaan dosis yang tinggi dibandingkan arah sektor lainnya. Puncak terjadi pada kisaran arah 157.5° - 225° (selatan hingga barat daya) dengan jarak 300 - 400 m dari tapak. Dosis efektif maksimum 98 µSv terjadi pada arah Selatan pada jarak 300 m. Kecenderungan ini sesuai dengan tingginya frekuensi angin kecepatan dengan kecepatan di bawah 5 m/det yang datang dari utara.
Gambar 6.2 menggambarkan andil 10 radionuklida terbesar tiap instalasi terhadap dosis di lingkungan. Andil terbesar datang dari 131I diikuti 133I dan seterusnya terdiri atas gas mulia dan 90Sr. Pada gambar juga ditunjukkan dominasi lepasan atmoferik dari Instalasi Produksi Isotop di bawah BANTEK (99.5%) , diikuti RSG (0,4%), dibandingkan instalasi lainnya.
Sedangkan Tabel memperlihatkan distribusi dosis individu dari jalur paparan. Ketiga rute eksternal, inhalasi dan injesi kontribusinya berimbang. Dari rute eksternal jalur yang dominan adalah paparan eksternal dari permukaan tanah. Rute inhalasi terbagi diantara outdoor (69%) dan indoor (31%). Pada perhitungan diasumsikan kegiatan individu outdoor selama 8 jam per hari dan tidak ada shielding indoor (konservatif). Sedangkan pada rute injesi sayuran dedaunan seperti bayam andilnya terhadap dosis injesi adalah 70%. diikuti sebagai makanan utama (17%). Pada sayuran secara konservatif diasumsikan fraksi kontaminasi yang dipetik terhadap yang dikonsumsi adalah satu. Padahal bila sayuran tersebut dicuci dan/atau dimasak sebelum dimakan fraksi tersebut berlebihan.

Gambar 6.1. Estimasi distribusi dosis efektif individu dari lepasan atmosferik instalasi nuklir Serpong tahun kalender 2007.


Gambar 6.2. Andil radionuklida lepasan atmosferik keempat instalasi nuklir Serpong terhadap dosis maksimum individu.


Tabel 6.1
Persentase penerimaan dosis efektif individu berdasarkan jalur paparannya





6.1.2 Dosis efektif kolektif
Gambar 6. 3, Gambar 6.4 dan Gambar 6.5 berturut-turut menunjukkan distribusi penduduk pada radius 5 km dari tapak pada 16 arah mata angin dan hasil estimasi distribusi dosis kolektif pada berbagai arah dan jarak ini dalam kisi dan chart radar.
Dari Gambar 6. 3 terlihat penyebaran penduduk dengan kepadatan yang lebih besar di arah utara (Serpong dan Kademangan) dibandingkan wilayah Bogor di sebelah selatan. Wilayah utara ini juga memiliki sarana jalan raya yang lebih memadai. Walaupun distribusi dosis individu di daerah utara relatif rendah dibandingkan daerah selatan (Gambar 6.1), hal sebaliknya terjadi untuk dosis kolektif dengan man-Sv terbesar ada di desa Serpong di utara (Gambar 6.4 dan Gambar 6.5).



Gambar 6. 3. Distribusi penduduk pada radius 5 km dari tapak.



Gambar 6.4. Distribusi estimasi dosis kolektif (man-mSv) dalam radius 5 km dari tapak reaktor.



Gambar 6.5. Chart radar distribusi estimasi dosis kolektif lepas Kawasan Nuklir Serpong (KNS)



6.2 Kecelakaan

Output dari Hotspot untuk paparan akut lepasan atmosferik dalam kajian ini berupa kurva TIC (Bq-det/m3) dan konsentrasi deposisi (Bq/m2)permukaan tanah terhadap jarak pada 6 kelabilan atmosfer. Gambar 6 dan Gambar 7 merupakan hasil perhitungan TIC dan konsentrasi deposisi permukaan tanah.
Sesuai dengan kelabilan atmosfer, semakin stabil udara puncak kurva kedua gambar mengecil dan bergeser menjauh dari tapak. Hal ini menunjukkan pengenceran yang membesar terhadap kenaikan stabilitas. Ada pun keenam puncak tersebut berada pada jarak 250 m(A), 350 m(B), 700 m(C), 1000 m(D), 1800m (E), dan 4000 m (F).

Gambar 6. Time Integrated Air Concentration (TIC)



Gambar 7. Deposisi permukaan tanah





KESIMPULAN

Telah diperoleh prakiraan dosis efektif di lepas kawasan nuklir Serpong akibat lepasan atmosferik radionuklida dari operasi normal RSG, IPR BANTEK, IRM dan IRR. Kajian memperhitungkan deposisi udara ke permukaan tanah sejak awal instalasi dioperasikan 19 tahun yang lalu. Dari lepasan radionuklida gabungan keempat instalasi diperoleh dosis efektif maksimum individu tahunan di arah selatan pada jarak sekitar 300 m dari tapak instalasi sebesar 98 µSv yang masih jauh di bawah nilai batas dosis tahunan untuk anggota msyarakat.
Dari perhitungan lepasan puff Gaussian tipikal instalasi Serpong telah ditentukan TIC dan konsentrasi deposisi permukaan tanah dalam kurva terhadap jarak untuk 6 kelabilan atmosfer yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi dosis paparan inhalasi, submersi eksternal dan permukaan tanah eksternal melalui faktor konversi dosis yang sesuai. Penentuan TIC dan konsentrasi permukaan tanah memerlukan parameter input yang spesifik kondisi yang ada pada waktu kejadian seperti data meteorologi dan source term.
Ke depan kajian dampak radiologi lepasan radionuklida Kawasan Nuklir Serpong (KNS) ke atmosfer dilakukan rutin dengan data source term sesunguhnya masing-masing instalasi penimbul emisi. Hasil estimasi dosis lingkungan tahunan ini dalam akumulasi 5 tahun pertama digunakan untuk pemutakhiran data yang akan datang dan seterusnya. Selain itu data pengukuran langsung di lapangan terutama dalam insiden atau pelepasan melebihi kondisi operasi normal akan memberikan hasil perhitungan yang lebih akurat dibandingkan hasil pemantauan sumber di titik lepasan dan disertakan dalam evaluasi dosis tahunan.
Hasil kajian ini selanjutnya dapat dievaluasi lebih jauh untuk menentukan komponen media lingkungan yang kritis yang berguna untuk meningkatkan program pemantauan lingkungan yang lebih terarah dan efisien. Hasil evaluasi ini dipadukan dengan informasi pemutakhiran data lingkungan nuklir Serpong dari BPS dan BMG. Selain menunjang pemantauan lingkungan rutin, paduan informasi ini akan bermanfaat pada kesiapsiagaan kedaruratan nuklir dalam pengambilan tindakan protektif berdasarkan penilaian radiologi hasil pemantauan lingkungan kedaruratan dan analisis dosis yang lebih terarah dan akurat.
Untuk peningkatan prakiraan dampak radiologi instalasi nuklir Serpong selanjutnya, selain pengembangan lebih mendalam dari model yang digunakan, survei data lingkungan hendaknya lebih diarahkan ke pemenuhan parameter input dalam pengkajian dampak radiologi. Pengkajian juga hendaknya dikembangkan ke pelepasan efluen cair radioaktif ke badan air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar